Cinta memang bukan suatu paksaan, siapa yang mampu menarik simpul senyumnya adalah dia yang sejatinya mendapat perhatian, juga cinta merupakan pemain, dimana satu orang dapat bertindak dua muka. Sejatinya bagai kamu. Dimana saat aku bertahan untuk merelakan nafsu yang sebenarnya tertanam, nyatanya kamu malah bersuka ria tanpa pernah melihat kesudut sisi yang lain, sisi yang lirih, gigih bertahan meski nyatanya terasingkan; aku. Entah masih layakkah kamu jika kubilang memiliki perasaan, jika tamparan pedih terus kamu sarangkan, padaku. Seseorang yang dengan tulus hatinya mengikis demi sorak sorai ombak lautan yang bergembira . Coba, liriklah sejenak mataku ini, tetesannya memang bukan seperti embun yang sejuk, tapi jika kamu pandang dengan hati, kamu akan tahu betapa lirihnya aku, sebab akupun juga punya air mata, bukan berpura - pura hanya semata mata mengungkapkan luka yang benar - benar dalam, luka yang tak lagi sanggup aku utarakan.
Ah percuma !! Kuceritakan, syair pun tak kau dengar, apalagi kalimat kalimat penjelas ini, mungkin kau bagaikan orang bodoh sedang belajar menulis kalimat. Bila kau dengarkan sesaknya nafas yang kuhirup, batin yang tertekan, itu hanya kuanggap cobaan untuk tetap sabar. Tak lelah memang ? Hatiku kau ciderai sedemikian halusnya, menyayat sedemikian fokusnya hingga akhirnya terbentuk lara, hem begitu ??
Lihatlah, perhatian yang kau abaikan terbungkuk layu, tak pernah kau siram dengan balas perhatian. Sayang, liriklah mana mata yang menangis karna benar - benar tulus mencintai namun tetap tegar meski dilukai, dengan yang menangis karna perlu diperhati tanpa ada perasaan cinta - di hati.
Haha, apa iya kamu mendengarkan saranku, sedangkan aku saja tak lagi kamu gubris bicaranya.
Seandainya saja kamu dihadapanku, mungkin kupukul habis kamu, supaya tau sakitnya bagiamana, meski tak sama sakitnya dengan yang kualami, tapi aku puas, setidaknya aku sedikit mengajarimu, mengajari agar kamu tak lagi menyakiti seseorang yang berupaya dengan keras mendapatkan kembali perhatian yang dulu hanya tertuju pada satu insan; aku. Bila memang kasih, perhatian juga segala rasaku pernah luput, aku minta maaf. Semuanya bukan kubuat buat, memang inilah aku manusia yang tak sempurna, yang dekat dengan kesalahan.
Tuhan bersamaan luka - luka dan doa serta isak air mata, aku mengaminkan duka sebagai satu suka yang nantinya Engkau jabah menjadi nyata. Dan semoga aku lekas sadar, bahwa mata mataku ini tak perlu lagi terhias rinaian air mata. Karna sayang, diapun tak tahu itu jatuh karna dan untuknya.
Teruntuk bintang yang bekedip diatas kelabu,
dukaku bersemayam menyirat lengkungan sabar
dalam rembulan.