13 Januari 2014

Aku Rindu Kita yang Dulu




Bagaimana waktu, masih dapat diputar kembali kemasa lalu ? Bagaimana kita sekarang, sepolos dahulu ? lalu bagaimana perjuangan kita sekarang ? Apa sehebat saat kita saling mencoba tidak menitik beratkan gelisah dengan mengabari, apa sehebat saat kita mencoba menahan malu saat bertatapan, apa sehebat saat kita mencoba berhubungan dekat, juga apa sehebat saat kita menahan rindu yang meronta meminta temu ? Dan terakhir, apa saat itu adalah kita ? Ya aku dan kamu ?! Atau hanya aku yang ada dalam "saat" itu.

Waktu itu, satu tahun lalu kita yang masih dalam keadaan malu malu untuk bertemu, malu malu untuk berbicara secara langsung pula semudahnya hai-pun kita masih sulit menggemakannya, karna kita yang dahulu adalah yang berani menyapa dalam tempurung tanpa pernah begitu berani menolehkan kata pada sepasang lirikan mata. Dulu, kita yang mengharapkan temu yang begitu sulitnya karna memang tak ada waktu untuk itu, kini ketika waktu itu hadir dipersimpangan sibukmu nyatanya sering disia - siakan. Dulu, bibir bibir kita yang begitu inginnya untuk saling sapa, saling berupaya untuk menghentakan kalimat - kalimat yang bersautan, mencoba menyisipkan tawa disamping obrolan kita, sekarang, saat segalanya terjadi, hanya diam yang kita andalkan. Sebegitunya kita sekarang berbeda dengan dulu.

Aku masih ingat pertama kali dimana aku hanya mampu memandang pesonamu dari kejauhan,dari sudut pandang jendela yang kututup rapat rapat agar kau tak tau gelagatmu sedang kuperhatikan, tawamu menghipnotis bibirku untuk tersenyum juga, betapa begitu elegannya kamu saat tertawa. Terlebih lagi, aku sangat ingat kelak aku yang mengharapkan duduk disampingmu dalam peraduan rasa yang dibubuhi malu malu, memberanikan diri meyapamu lebih dulu, dan saat Yang Kuasa menjadikannya nyata, kita hanya terpaku diam pada ukiran kayu sekolah yang kita tumpangi, karna begitu ragunya aku yang gemetar bersebelahan dengan seseorang yang mengambil perhatian juga perasaan secara sederhana, perlahan namun mematikan. Ingatan ini yang kurinduan, dimana dahulu kita begitu polosnya, begitu kakunya dalam memenuhi keinginan - perjumpaan.

Saat aku begitu rindunya denganmu, yang kulakukan hanya membaca percakapan kita disetiap malam, betapa ada banyak kelucuan tertinggal disana, mampu sekejap membelalakan tawa, pula sejenak menghentikannya dengan sunyi kemudian meninggalkan rinai air mata. Rindu bisakah perlahan saja menombak hatiku, runcingmu lancip sanggup seketika mengucurkan luka didada - ku, maka dari itu bisakah kamu tak lagi egois menumpukkan rindu padaku dan membiarkannya terpikul sendiri pada punggung yang haus perjumpaan, pun mengikhlaskan pertemuan menjadi satu kegiatan disela - sela kesibukan disetiap harinya bagi kita ?

Aku pernah menangis seketika saat kubaca ketakutanmu yang kau tulis pada lembaran kertas bertintakan hitam, dahulu kau tujukan itu padaku dengan perantara seseorang yang kini kau cemburui kehadirannya. Mataku merintih sedih melihat bait - bait aksaramu terutama kalimat terakhirmu, rasanya ingin kudekap kamu seerat - eratnya sambil kuyakinkan kamu bahwa sejauh apapun aku, dimana pun aku, kamu akan merasa dekat denganku, jika saja kau lirik kedalam hatimu. Begitulah pula caraku, meyakinkan hati walau kadang merasa benci dengan jarak yang begitu bajingannya menghambat indah yang kita dambakan, namun meski demikian, jika kita percaya aku yakin segalanya dapat teratasi. Saat ini, aku tak lagi mampu melihat setiap bait perkataanmu tersimpan ketakutanmu.

Katamu "jangan bandingkan aku dengan orang lain, lebih baik bandingkan saja aku dengan diriku sendiri". Seperti itu, baik. Kamu yang dulu kukenal sebagai pejuang, bukan dalam peperangan, tapi bagimana kamu berusaha mengabari aku, membuat percaya aku akan suatu hal bahwa kamu takan pernah bosan bersama sosok yang kau yakini mampu membuatmu merasa spesial; aku. Sebelumnya. Dan sekarang tak lagi ada kamu sebagai pejuang, yang ada mantan pejuang. Begitukah ? Saat itu, sebelum aku mulai bermimpi, diujung pembicaraan kita sering kali kamu sisipkan kata - kata yang membuat aku begitu luluh, begitu takut akan esok  tanpa kehadiranmu, begitu ingin hari - hariku nanti ialah waktu yang terhabiskan bersamamu.

Walaupun aku tahu perbedaan itu pasti akan ada seiring waktu, namun tidakah baiknya kita tetap menjadi dahulu, menjadi biasa tetapi amat dirindukan kehadirannya dari pada menjadi luar biasa namun tak mampu membuat segalanya menjadi hal hal nikmat yang dirindukan. Maaf jika aku menuntut terlalu banyak padamu, itu kulakukan semata - mata hanya karna aku tak lagi ingin seseorang yang kucintai terlalu jauh melangkah hingga ia lupa bahwasanya hal hal besar berawal dari hal hal kecil, sebab itu, sebaiknya; tetap jadilah mentari disenja hari yang tetap bersinar bagi penikmatnya namun ia tetap merendah diri, merendah hati.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;