2 Mei 2014

Cause I Need You





Disini, di sudut kamarku yang gelap.
Tempat dimana aku biasa menyebut namamu sesudah shalat.
Namun aku lupa, kapan terakhir kali melakukan hal itu dimalam hari.
Ketika setiap orang tengah terjaga, menanti saat untuk memulai puasa sunnah.
Mungkin malam ini aku akan bercerita, tentang sebuah duka, karna menunggu lama.
Tentang sebuah harap, yang kerap kali tak dianggap.

Tuhan..
Jika aku mengganggunya, maka bahagiakan ia dengan yang selalu membuatnya lupa akan suatu hal tentang pribadiku, pribadi paling menjengkelkan baginya.

Sesuatu dan setiap kata - kata yang aku tulis dalam lembaran ini, adalah semua ungkapan yang sebenarnya selalu ku pendam.
Tinta ini tak merah, walau kenyataannya merah adalah warna kesukaanku.
Aku hanya tak ingin, kau menganggapku tak bahagia hanya karena sebuah tutur kalimat yang sengaja aku buat.

Sebelumnya..
Aku ingin meminta maaf, pada seorang Tuan yang selalu ku sebutkan namanya dalam doa tanpa seizinnya.
Sebelumnya..
Aku pun ingin meminta maaf, pada seorang Tuan yang selalu ku harapkan begitu berlebihannya.
Dan lagi, biarkan aku meminta maaf, pada seorang Tuan yang aku sayangi dengan begitu lancang.

Sebelumnya, diwaktu yang lalu..
aku tak pernah merasakan hal seperti ini.
Segumpal ketulusan,  menumpuk di perabaian -- hati.
Tiga hari semenjak ulang tahunmu, kamu begitu sering membuatku bahagia dengan memainkan kepercayaan diriku yang kamu atur sedemikian rupa agar laju hati juga pikirku mengatakan bahwa itu adalah sebuah harapan.
Jika hanya sekedar suka, tak mungkin aku sekhawatir ini.
Jika memang sekedar sayang, batinku takan takut merasa kehilangan.

Tapi, cobalah baca ini, hingga kebawah.

Aku bukan penulis handal, yang biasa kau kenal.
Aku hanyalah sekedar hamba Tuhan, yang biasa menghabiskan tinta dengan percuma.
Sepadannya, aku menganggap ini sebatas sayang, karena sebelumnya, tak pernah ada tulus yang begitu mendalam melebihi ini.
Aku begitu munafik, bersikap tak butuh kabarmu
Sebab terkadang aku sengaja membiarkan rabbana ku sedikit tersisihkan untuk nama yang selalu ku asingkan dalam pikiran.

Sampai pada saat aku melapangkan dada.
Tak lagi  memprioritaskanmu seperti yang sebelumnya.
Aku mulai belajar untuk tak meyakini diri dapat menghangatkanmu di tengah hujan ; nantinya.

Jika di penghujung malam ini, Tuhan izinkan aku menguatkan diri, untuk sebatas menuliskan kalimat dalam pesan dengan tinta hitam.
Maka, kalimat yang pertama kali kamu baca "Maaf atas kelancanganku, mencintaimu tanpa ragu. Dan itu, dulu !"

Cause i need you. If me still proud of you, sorry.


Teruntuk kamu, 24

0 komentar:

Posting Komentar

 
;